IDR.100.K
Dalam filsafat, teori materialisme menyatakan bahwa satu-satunya yang ada adalah materi, bahwa segala sesuatu terdiri dari materi dan semua fenomena (termasuk kesadaran) adalah hasil interaksi material. Dengan kata lain, materi adalah satu-satunya substansi. Untuk banyak filsuf, tidak hanya 'fisikalisme' identik dengan 'materialisme', tapi mereka menggunakan kedua kata untuk menggambarkan posisi yang mendukung ide-ide dari fisika yang mungkin tidak peduli dalam arti tradisional (seperti anti-materi atau gravitasi). Oleh karena itu sebagian besar diskusi filsafat pada umumnya menyatakan materialisme mungkin relevan dengan fisikalisme. Juga terkait adalah ide-ide naturalisme metodologis (yaitu "mari kita setidaknya melakukan ilmu seakan fisikalisme benar") dan naturalisme metafisis ini (yaitu "filsafat dan ilmu pengetahuan harus beroperasi sesuai dengan dunia fisik, dan itu semua yang ada"). Materialisme adalah "sebuah teori bahwa materi fisik merupakan satu-satunya realitas atau fundamental."
Pemikiran Tan Malaka dalam Madilog pun tidak berbeda dengan paham filsafat di atas dalam memandang materialisme. Bukti adalah fakta, dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.
Dalam dunia materialisme, realitas penciptaan telah diabaikan atau diingkari sejak dahulu. Filsafat ini, yang semula dirumuskan di kalangan bangsa Yunani kuno, juga telah membuat penampilan dari waktu ke waktu dalam budaya lain dan telah dikemukakan oleh individu-individu juga. Mereka yang memercayai paham ini berpendapat bahwa benda-benda di alam semesta ini ada secara kebetulan dan mengklaim bahwa alam semesta juga "selalu" ada dan tidak diciptakan.
Selain klaim mereka bahwa alam semesta ada dalam waktu yang tak terbatas, materialis juga menyatakan bahwa tidak ada tujuan atau sasaran di dalam alam semesta. Mereka mengklaim bahwa semua keseimbangan, harmoni dan ketertiban yang kita lihat di sekitar kita hanyalah produk dari kebetulan. "Pernyataan kebetulan" ini juga diajukan ketika muncul pertanyaan tentang bagaimana kemunculan manusia. Teori evolusi, secara luas disebut sebagai Darwinisme, adalah aplikasi lain materialisme pada dunia alam. Namun, sebagai manusia modern dan berakal, tentunya kita akan lebih kritis dalam memandang paham ini, karena materialisme tumbuh di tengah-tengah teknologi yang saat perkembangannya sangat terbatas. Di zaman modern ini, tentunya kita akan lebih mampu lagi untuk membedakan antara ilmu pengetahuan dan materialisme. Semua yang ada di dunia ini TIDAK terjadi secara kebetulan, semua ada maksud dan tujuannya. Oleh karena itu, kita berserta alam semesta tidak bisa terlepas dari peran Tuhan. Alam semesta ini terlalu kaya dan kompleks bila dilihat dari ukuran materialisme.
Tan Malaka membawa paham ini ke dalam ranah kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran. Sebagai pembaca, saya mengambil esensi Madilog adalah seperti ini:
Melalui cara berpikir kritis dan dinamis, orang akan menjadi intelektual aktif yang tidak mungkin menjadi dogmatis atau bermental budak. Oleh karena intelektual aktif, orang itu akan kreatif, oleh sebab itu akan menghargai betul kebebasan berpikir. Seseorang yang bermental budak, akan menjadi intelektual pasif yang tidak mungkin dapat menghargai betul arti kebebasan berpikir. Selama cara berpikir seperti itu tidak berubah, orang atau masyarakat itu tidak akan mampu memerdekakan dirinya seratus persen. Perubahan cara berpikir atau tepatnya perubahan mental adalah kunci atau fundamental. Pengertian tentang kekuatan ide dalam proses perubahan masyarakat berkaitan dengan itu. (less)
Sumber;https://www.goodreads.com/book/show/1607269.Madilog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar